Jumat, 22 Juni 2007

Tarbiyah Jihadiyah

Tarbiyah Jihadiyah

Diantara sebab jatuhnya negara-negara muslim ke tangan musuh-musuhnya, bukan karena tidak memiliki cerdik cendikia, penceramah, filsuf atau para aktifis. Sebab utama adalah sepinya negara-negara muslim dari gerakan jihad melawan semua tantangan yang berusaha melenyapkan Islam dan umatnya. Dalam jihad membutuhkan muslim mujahid. Dan itulah yang nyaris tidak ada di dunia Islam. Demikian pernah dinyatakan oleh Fathi Yakan dalam bukunya yang berjudul “Nahwa wa’yin Harakiyyin Islami Abjadiyatut Tashawwur al Haraki lil ‘Amalil Islami”

Untuk memahami pengertian mujahid haruslah lebih dahulu dipahami pengertian jihad. Ustadz Sayyid Sabiq mengatakan bahwa jihad berasal dari kata al juhd yaitu upaya dan kesusahan. Artinya, meluangkan segalanya dan berupaya sekuat tenaga serta menanggung segala kesusahan dalam memerangi musuh dan menahan serangannya.

Sementara itu Abu Hasan Ali an-Nadwi mengartikan jihad sebagai pencurahan seluruh daya upaya dalam batas-batas maksimal di dalam pengejaran tujuan pokok dan terpenting. Dua pengertian dimaksud telah memberikan gambaran yang utuh dan menyeluruh tentang jihad.

Jihad adalah sebuah kegiatan konstruktif bukan destruktif, dan jihad bersifat positif bukan negatif. Jihad tidak identik dengan kekerasan tetapi ketegasan. Dalam jihad dibutuhkan pengerahan segala kemampuan kemanusiaan berupa harta dan jiwa. Dan itu harus dikerahkan secara sukarela dan seluruhnya di jalan Allah (Al Anfal : 60)

Umat Islam sudah selayaknya bersifat rasional dan objektif dalam mengusung risalah jihad, sehingga tidak muncul persepsi keliru yang membahayakan agenda jihad umat. Oleh karena itu sebelum melakukan jihad umat Islam haruslah bermujahadah untuk mengopinikan arti jihad bagaimana yang seharusnya. Di tengah kehidupan masyarakat internasional belakangan ini, jihad dirusak pengertiannya menjadi perang dengan segala kekerasan. Pengertian seperti itu menjadi klop dengan istilah teror yang merusak kedamaian. Jihad adalah ruh pergerakan umat Islam. Oleh karena itu umat Islam hasur dapat mengembalikan makna dan aktifitas jihad pada yang seharusnya.

Pentingnya Tarbiyah Jihadiyah

Sudah seharusnya jika Islam diajarkan sebagai satu kesatuan ajaran yang utuh. Islam tidak boleh diajarkan sepotong-sepotong dan Islam tidak dapat diajarkan sebagai ajaran keruhanian belaka tanpa menjelaskan sisi perhatian Islam terhadap pembangunan dan pemeliharaan fisik. Dalam hal tarbiyah jihadiyah pun sebenarnya merupakan satu kesatuan utuh dalam seluruh sistem tarbiyah islamiyah. Tarbiyah berarti merubah atau menyampaikan sesuatu (Islam) yang dilakukan secara bertahap sampai sempurna. Tarbiyah bukan pengajaran belaka melainkan pendidikan. Dari pengertian tarbiyah di atas ditekankan adanya keterusmenerusan, dengan kata lain bahwa tarbiyah harus dilakukan terus-menerus (mustamirah). Tarbiyah jihadiyah oleh karenanya tidak boleh merupakan aktifitas sesaat. Ia harus inheren dalam seluruh kegiatan tarbiyah Islamiyah bahkan tarbiyah jihadiyah harus dapat menjadi ruh bagi tarbiyah dalam Islam lainnya.

Keberhasilan tarbiyah jihadiyah dapat dilihat dari dinamisnya seluruh agenda pergerakan umat. Pergerakan umat menjadi koordinatif. Dan ini dapat terjadi dengan lebih dahulu mensosialisasikan visi bersama yang dapat mengikat kelompok-kelompok umat yang ada. Umat Islam tidak dapat diarahkan untuk hanya mengusung satu agenda pergerakan. Jihad harus dilakukan pada seluruh aktifitas kemanusiaan umat. Jihad harus dilakukan pada seluruh sisi aktifitas kemanusiaan umat. Jihad harus dilakukan di lapangan ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan perang melawan musuh-musuh Islam. Di sinilah letak kesalahan begitu banyak orang ketika mengartikan jihad sebagai perang belaka.

Tahapan Menuju Jihad

Dalam surat at Taubah ayat 20, Allah berfirman “Orang-orang yang beriman serta berhijrah di jalan Allah dengan harta benda dan jiwa mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang yang mendapat kemenangan”. Dalam ayat tersebut dinyatakan dua marhalah (fase) sebelum dilakukan jihad yaitu fase keimanan total, fase hijrah dan barulah fase jihad. Marhalah (fase) keimanan total membutuhkan hadirnya suatu kesadaran dalam diri seorang muslim untuk wala’ (loyal) kepada allah dan bara’ (menolak) segala yang terkait dengan musuh Allah.

Iman yang benar menyebabkan seseorang berani menunjukkan jati dirinya sebagai mukmin tanpa khawatir dan takut. Iman yang benar menyebabkan seseorang tidak takut menerima konsekuensi keimanannya. Iman yang benar menyebabkan seseorang berani memenuhi tuntutan keberimanannya tersebut. Ia akan istiqamah dan berani menanggung resiko keyakinannya itu.

Selanjutnya hijrah membutuhkan keberanian untuk mengambil resiko meninggalkan segala yang dicintai. Hijrah maksudnya adalah menjadikan agenda pribadi untuk tunduk pada agenda utama yang diatur Allah. Dan untuk itu ia siap menerima konsekuensi apapun. Kafilah jihad generasi muslim pertama mengawali semuanya dengan hijrah. Mereka rela melakukan apa saja demi menyelamatkan aqidah mereka. Orang yang berhijrah adalah orang yang siap melakukan apa saja demi penyelamatan aqidah. Bahkan meninggalkan kesenangan pribadinya pun akan kita lakukan.

Orang yang sudah berani meninggalkan kecintaan kecil terhadap dirinya itulah yang paling mungkin bergerak jihad. Orang seperti ini sebenarnya adalah orang yang sangat mencintai diri dan hartanya. Dan karenanya ia mengekalkannya dengan cara melakukan jihad.

Jika Ada Satu Mujahid…

Hampir tidak ada kemampuan aktual umat yang dapat diandalkan sekarang ini. Raja Faisal pernah didatangi pemuka umat Islam untuk memimpin perlawanan umat Islam melawan Inggris dan Perancis, ia mengatakan :

“Jika Inggris dan Perancis memerangi dan memusuhi kita, tentu kita dapat memakluminya. Karena tidak ada satupun dari mereka yang dapat dihubungkan dengan kita. Baik kebangsaan, agama, bahasa dan kepentingan. Tapi satu hal mendasar yang harus kita ketahui bahwa sebenarnya sekarang ini umat Islam telah menjadi musuh bagi dirinya sendiri. Demi Allah, aku tidak takut kepada bangsa asing, aku hanya menakuti umat Islam sendiri. Karena jika aku memerangi Isnggris, mereka akan menggunakan umat Islam sendiri sebagai musuhku”.

Dalam jihad haruslah satu visi dan misi. Tapi jika umat Islam memilih jalan sendiri-sendiri pada akhirnya mereka yang akan bertempur satu sama lain. Jihad membutuhkan kesungguhan, keterusmenerusan dan pengorbanan. Seluruh umat Islam harus menjadi mujahid sebagai apapun mereka. Guru harus menjadi mujahid, begitupun buruh. Seorang profesional harus menjadi mujahid, demikian juga politisi, ekonom maupun budayawan.

Masing-masing orang harus bermujahadah mengoptimalkan kemampuan bekerjanya guna disumbangkan sebagai bagian dari penegakan kehormatan agamanya. Setiap orang harus dapat memberikan kontribusi terbaik dari prestasi ataupun miliknya.

Belajar dari kasus Afghan

Afghanistan adalah satu negara yang nyaris begitu tandus dengan pegunungan batu sebagian besarnya. Penduduknya miskin sementara pemerintahnya dirundung perang internal. Negara ini sudah lebih dari satu pekan dibombardir oleh Amerika Serikat hanya dengan alasan mencari gembong teroris bernama Usamah bin Ladin. Dari segi kekuatan militer, Afghanistan jelas kalah jauh dibanding AS, namun apa yang dilakukan Amerika?

Amerika mengerahkan seluruh kemampuannya. Mulai dari dukungan dana sebanyak 40 miliar dolar, pengerahan pasukan cadangan sebanyak 50 ribu orang, pengerahan seluruh pasukan tempurnya serta bantuan dan dukungan dari negara barat. Tentu saja dukungan maksimal dari intelijen mereka. Bahkan Amerika tidak mau ada opini berkembang selain dari sumber pemberitaannya. Secara tak langsung ini mengeliminir pemberitaan TV Al Jazeerah. Di dalam negeri mereka, Amerika memperingatkan kepada lima stasiun televisi besar agar tidak mengambil pemberitaan yang merugikan kepentingan mereka.

Bagaimana dengan umat Islam? Rasanya sulit mengatakan bahwa Afghan akan menang dalam kondisi kekuatan umat Islam masih terbelah. OKI ternyata tidak berani mengutuk Amerika secara tegas, konon lagi membantu jihad Afghan secara langsung. Banyak negara muslim memilih memberikan bantuan kemanusiaan belaka, bahkan tak sedikit yang cuek bebek. Kok malah sepertinya Amerika yang menerapkan perintah Allah dalam surat Al Anfal ayat 60. Perjuangan umat Islam kelihatannya masih sangat panjang. Dari Indonesia saja sikap pemerintah yang masih plin-plan baru kelihatan tegas setelah pidato presiden pada peringatan Isra Mi’raj kemasin, itupun masih menjadi polemik apakah itu sudah menjadi sikap pemerintah atau bukan.

Kita memang masih harus mensosialisasikan jihad ini ke seluruh umat Islam. Kita sudah sangat tidak berdaya menghadapi serangan musuh-musuh Islam selama ini. Serangan itu telah langsung mengenai pemikiran dan perasaan kita. Dan senjata merekapun sangat mematikan yaitu syahwat dan syubhat. Oleh karena itu kita benar butuh mujahid yang akan terus berjuang kendati Amerika menghentikan serangannya ke Afghanistan. Sang mujahid tidak boleh berhenti. Kita harus mengetahui bahwa pengerahan kemampuan secara total yang dilakukan Amerika terhadap Afghanistan, disamping sebagai bagian dari kesungguhan mereka sebenarnya merupakan kejerihan mereka jika semangat jihad umat Islam semakin eskalatif.

Wallahua’lam

Tidak ada komentar: