Jumat, 22 Juni 2007

Pemimpin Yang Amanah

Pemimpin yang Amanah
Edisi 248 - Jumat, 15 Juni 2007

Alkisah, Umar bin Abdul Aziz (salah seorang penguasa di antara
penguasa-penguasa Dinasti Umawiyah), sebelum menjadi khalifah,
setiap hari mengganti pakaian lebih dari satu kali. Ia memiliki emas
dan perak, pembantu dan istana, makanan dan minuman, serta segala
yang ia inginkan dan harapkan berada dalam genggamannya.

Namun, ketika ia memangku kekhalifahan dan menjadi penanggung jawab
urusan kaum Muslimin, ia meninggalkan semua itu. Sebab, ia ingat
malam pertama di dalam kubur. Umar bin Abdul Aziz berdiri di atas
mimbar di hari Jumat. Ia kemudian menangis. Ia telah dibaiat oleh
umat Islam sebagai pemimpin. Di sekelilingnya terdapat para
pemimpin, menteri, ulama, penyair, dan panglima pasukan. Ia
berkata, ''Cabutlah pembaiatan kalian!'' Mereka menjawab, ''Kami
tidak menginginkan selain Anda.'' Ia kemudian memangku jabatan itu.

Tidak sampai satu minggu kemudian, kondisi tubuhnya sangat lemah dan
air mukanya telah berubah. Bahkan, ia tidak mempunyai baju kecuali
hanya satu. Orang-orang bertanya kepada istrinya tentang apa yang
terjadi pada khalifah. Istrinya menjawab, ''Demi Allah, ia tidak
tidur semalaman. Demi Allah ia beranjak ke tempat tidurnya, membolak-
balik tubuhnya seolah tidur di atas bara api. Ia mengatakan, ''Aku
memangku urusan umat Muhammad SAW, sedangkan pada hari kiamat aku
akan dimintai tanggung jawab oleh fakir, miskin, anak-anak yatim,
dan para janda.''

Begitulah seharusnya akhlak seorang pemimpin. Karena pemimpin suatu
kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka (HR Abu Na'im). Apa yang
dilakukan Umar bin Abdul Aziz patut dicontoh oleh para pemimpin di
negeri ini. Rasulullah pernah berkata kepada sahabat janganlah
menuntut suatu jabatan. Lalu beliau bersabda, ''Jabatan (kedudukan)
pada permulaannya penyesalan, pada pertengahannya kesengsaraan
(kekesalan hati), dan pada akhirnya azab pada hari kiamat.'' (HR Ath-
Thabrani).

Menjaga amanat itu sangat sulit. Para penjaga amanah harus siap
berhadapan dengan para 'petualang' yang memikirkan kepentingan
duniawi saja. Namun, dia akan memegang kebenaran, meski dimusuhi
orang-orang yang merasa kepentingan pribadinya dirugikan.
Sebagaimana pesan Rasulullah, bahwa tiada beriman orang yang tidak
memegang amanat. Semoga kita menjadi golongan 'para penjaga',
sekecil apa pun amanah yang dipercayakan di pundak kita.

Sumber: Republika - Jumat, 15 Juni 2007

Tidak ada komentar: