Kamis, 28 Juni 2007

Prediksi Perkembangan Palestina

Prediksi Perkembangan di Palestina

Yaser Za’atirah

(Harian Ad-Dustur, Jordania)

Tak pernah sedetikpun Amerika ragu-ragu dalam menentukan sikapnya terhadap peristiwa yang berlangsung di Jalur Gaza. Washington sudah mengumumkan secara resmi kekhawatiran mereka atas “demokrasi sesungguhnya” – terminology baru yang didengungkan oleh kelompok Neo Konservatif di Amerika – di latar Palestina. Setelah pertempuran berlangsung sengit, negara Paman Sam mengumumkan dukungannya secara penuh terhadap legalitas Presiden Palestina dan langkah-langkah yang ditempuh; terutama pembentukan pemerintahan darurat dengan dipimpin oleh PM Salam Fayyadl.

Perlu diingat, kelompok Neo Konservatif beberapa bulan lalu menetapkan rencana Dayton untuk mendukung kelompok moderat di Palestina. Rencana ini memang didisain untuk membalik perimbangan dan mengembalikan situasi seperti sebelum pemilu legislatif Palestina.

Kini Amerika memulai dukungannya kepada pemerintah darurat bentukan Abu Mazen bersama Uni Eropa. Sementara Israel mengumumkan membebaskan pajak Palestina yang selama ini ditahan dan dibekukan. Tinggal sarana dukungan lain (menghilangkan perlintasan dan membebaskan tahanan) yang akan terjadi dalam pekan-pekan mendatang.

Di level politik, Olmert meyakini bahwa ranah politik sudah terbuka setelah perkembangan terbaru dan partner Palestina sudah ada di Ramallah. Inilah yang memunculkan pertanyaan amat penting soal rute politik mendatang, kemana arahnya? Dengan sama-sama kita ketahui bahwa Israel tidak memiliki apa-apa selain rute negara sementara, yakni; menerapkan apa yang terjadi di Jalur Gaza dari yang tersisa di Tepi Barat berupa tembok pemisah. Hasilnya adalah negara sementara di Tepi Barat yang memiliki akar konflik perbatasan dengan Israel.

Elit pemerintahan otoritas tidak ada yang menghalanginya untuk menerapkan rencana ini. Terlepas dari sejumlah statemen yang menolak gagasan negara sementara. Sebab penolakan politik adalah sesuatu dan menyetujuinya secara ril terhadap penarikan pasukan Israel dari belakang tembok dan menerima tugas keamanan adalah sesuatu yang lain.

Pertanyaan tinggal tentang situasi di Jalur Gaza. Di sini agaknya sikap yang ada tidak pasti dan tidak jelas bagi semua pihak. Sebab mereka akan berpegang dengan sejumlah perkembangan dan sikap-sikap pihak tertentu. Mungkin yang paling menonjol adalah sikap Amerika dan Israel. Kemudian sikap pemerintah Palestina sendiri. Disamping sikap Arab secara umum dan Mesir secara khusus. Jika upaya Arab dalam menemukan jalan tengah antara kedua pihak ini, maka yang terjadi adalah pembubaran parlemen Palestina oleh presiden Palestina dengan dukungan Amerika dan menilai situasi di Jalur Gaza sebagai berstatus aneh untuk direformasi.

Lupakan bicara soal undang-undang dasar dan konstitusi sebab kita tidak berada di Swiss. Sementara game pemiskinan dan pelaparan manusia dan penambahan beban derita kepada mereka adalah dalam rangka menyingkirkan Hamas, agaknya tidak akan berlalu dengan mudah dalam urusan Palestina dan Arab karena akan berdampak pada masalah politik. Apalagi kemungkinan meningkatnya kecenderungan Hamas memilih alternatif kekuatan senjata jika dipaksa terus melakukan hal itu.

Semua itu tidak mengubah hakikat krisis yang mendera semua pihak terutama pihak Israel yang mengalami krisis keguncangan politik yang akut. Krisis yang mendorong negara penjajah ini untuk melakukan pilihan serangan militer ke Jalur Gaza sebagai sikap tegasnya terhadap kepemimpinan Islam yang tumbuh di sana. Ini tampaknya menarik bagi Ehud Barak yang akan menjadi ketua Partai Buruh yang berambisi memimpin negara Israel kembali. Apalagi mengembalikan Jalur Gaza ke pangkuan pemerintahan otoritas Palestina akan menciptakan partner lemah yang terbelenggu. Apalagi tidak ada pilihan di hadapannya kecuali hanya rute negara sementara.

Dimensi lain yang tidak kalah pentingnya dan yang akan berpengaruh kepada kondisi regional sepenuhnya yaitu masalah penyikapan terhadap masalah nuklir Iran di tengah prediksi serangan Israel yang didukung oleh Amerika, dari pada Amerika sendiri memulai menginvasi Iran. Dari sanalah Iran akan membalas menyerang.

Jadi kawasan regional Timteng penuh dengan kandungan perkembangan dan politik chaos hanya akan mengakibatkan kegagalan bagi Washington dan Tel Aviv. Namun siapa yang akan berani bertaruh? Waktu yang akan membuktikannya. (atb)

Tidak ada komentar: