Jumat, 22 Juni 2007

Islam Dan Ideologi kekerasan

Islam dan Ideologi Kekerasan

Oleh A. Latif Khan

Masyarakat dunia kembali terhenyak ketika aksi teror mengguncang adidaya dan adikuasa, Amerika Serikat. Kali ini tidak tanggung-tanggung, teror dilakukan di jantungnya Amerika Serikat. Sebuah negeri yang sesumbar selalu bertingkah sebagai polisi dunia. Fantastis sekali karena teror tersebut ditujukan ke pusat-pusat supremasi Amerika Serikat yaitu World Trade Centre, Pentagon, Gedung Deplu AS dan beberapa tempat lainnya juga menerima teror yang relatif serempak.

Jelas, bahwa teror ini menjadi sebuah tamparan besar bagi pemerintahan AS. Simbol-simbol supremasi ekonomi dan pertahanan mereka hancur begitu saja, akibat ulah kaum teroris. Dan seperti biasa Amerika melakukan upaya-upaya memulihkan supremasinya dengan mengancam akan melakukan tindakan balasan, yang bukan tak mungkin itu semua ditujukan kepada sekelompok teroris muslim.

Sudah cukup lama masyarakat dunia, khususnya Eropa dan Amerika, digiring kepada sebuah opini adanya terorisme Islam yang disebut sebagai The Green Menace (Ancaman Hijau). Samuel Huntington dalam sebuah makalah yang kemudian diperdalam menjadi sebuah bukunya berjudul The Clash of the Civilization and Remaking of Word Order, menyatakan bahwa diantara ancaman bagi barat pasca keruntuhan komunisme adalah Islam. Tesis itu tentunya memberikan back up ilmiah terhadap segala opini yang terbentuk tentang kekerasan Islam.

Melalui jalur budaya, dunia perfilman Amerika selalu mengidentifikasikan kelompok lelaki bermata tajam, bersorban dan tidak berperasaan. Bukan tidak mungkin, kekerasan yang baru menimpa Amerika tersebut semakin menguatkan keyakinan mereka tentang adanya teror Islam. Konon lagi pemilihan waktu teror yang begitu tepatnya, yaitu tepat pasca gagalnya konferensi dunia yang disponsori PBB dan Liga Arab guna membuat keputusan atas aksi amat demonstratif yang dilakukan Zionis Israel terhadap Muslim Palestina. Dan itu cukup menjadikan alasan bahwa serangkaian teror yang menimpa Amerika didalangi oleh segerombolan teroris Islam.

Pagi-pagi sekali Zionis Israel menyatakan kesediaannya untuk membantu Amerika guna mengungkap siapa pelaku di balik segala teror itu. Berbagai analisa yang bertabur di media masa juga memplot bahwa teror itu dilakukan oleh sekelompok teroris Arab Islam. Secara tidak langsung juga teror ini juga menaikkan kredit Osamah bin Laden sebagai teroris nomor wahid.

Berbagai asumsi boleh saja dilakukan, tetapi tidak dengan secepat itu menganggap asumsi tadi sebagai satu kesimpulan tentang pelaku teror dimaksud. Manusia berakal sehat jelas tidak akan pernah menyetujui teror. Kita jelas berduka, bagaimana tidak puluhan ribu jiwa dinyatakan tewas oleh aksi sekejap itu. Kita tentu mendukung sikap Pemerintah RI yang dengan sigap menyatakan duka citanya kepada AS. Namun jika aksi itu dikaitkan dengan Islam, tentu tidak semudah itu kita menerimanya. Oleh karena teror bukan suatu prinsip tetapi aksioma, maka perlu pembuktian lebih lanjut.

Teror Islam ?

Bukan suatu kebetulan jika pada suatu kunjungannya Presiden RI mengajak PM Malaysia untuk membangun jaringan bersama guna memberantas aksi terorisme yang sedang menjadi tren di Asia Tenggara. Pemboman yang berlangsung di Indonesia pun dituding dijalankan oleh sekelompok teroris yang, lagi-lagi, dihubungkan dengan kelompok Islam.

Jelas-jelas kita menolak anggapan itu. Apalagi jika kemudian ditujukan untuk generalisasi terhadap berbagai teror yang menimpa Indonesia belakangan ini. Berbagai tragedi dari pembantaian ulama Banyuwangi, Poso, Maluku, peledakan Istiqlal dan beberapa sentra bisnis ibukota, sangat sulit mengatakannya dilakukan oleh kelompok Islam. Namun oleh karena ia telah menjadi opini global, maka masalahnya menjadi aksiomatik. Ditambah lagi bahwa faktanya memang ada kelompok Islam yang secara terang-terangan melakukan perlawanan terhadap kebatilan dengan jalur yang cenderung keras.

Sebagaimana dinyatakan oleh John L Esposito dalam bukunya The Islamic Threat : Myth or Reality bahwa ketakutan akan Islam bukanlah hal yang baru. Kecenderungan untuk menghakimi kaum muslim secara isolatif menggeneralisasi tindakan pihak-pihak tertentu sebagai tindakan keseluruhan. Menyepelekan ekses-ekses sejenis yang dilakukan atas nama agama-agama dan ideologi-ideologi lain (termasuk atas nama kebebasan dan demokratisasi), juga bukan hal yang baru. Namun semua tuduhan tersebut terlalu prematur. Sama halnya dengan peledakan gedung federal Alfred Murrah Centre di Oklahoma yang dituduhkan kepada umat Islam namun dilakukan oleh warga negara AS sendiri.

Mengaitkan Islam dengan aktivitas terorisme adalah sebuah ketidakbijaksanaan. Adalah a-historis untuk mengatakan bahwa Islam memiliki kemungkinan melahirkan ideologi teror. Sejak dari sananya Islam memiliki keberpihakan yang jelas terhadap tegaknya perdamaian dan keselamatan bagi masyarakat dunia. Dan itu bukan hanya manusia, tapi juga tumbuhan dan binatang sehingga Islam menunjukkan concern-nya terhadap lingkungan, Islam juga mengajak tawazun dalam segala hal.

Ada hal menarik dalam ajaran Islam. dalam situasi perang sekalipun hubungan vertikal kepada Tuhan dan hubungan horisontal terhadap sesama makhluk pun tetap diupayakan selalu baik. Menjaga hubungan vertikal ini, dalam situasi perang sesulit apapun pasukan Islam tetap harus menjaga perintah sholat dalam jamaah. Sementara secara horisontal panglima perang selalu memerintahkan pasukannya untuk tidak melakukan anarkisme terhadap anak-anak dan wanita, merusak sarana ibadah, tidak membunuh binatang atau merusak tumbuhan yang ada jika tidak diperlukan.

Peperangan dalam Islam sendiri bukanlah perang yang dilakukan secara proaktif dan agresif umat Islam namun selalu merupakan sebuah pembelaan atas kekerasan yang dialamatkan kepada mereka dan hak-hak mereka. Oleh karenanya sangatlah mustahil jika kemudian umat Islam malah dituding menciptakan kekerasan.

Memang tidak perlu ditutup-tutupi, dikalangan umat Islam masih terdapat kelompok yang memilih jalur-jalur kekerasan dalam perjuangan keislaman mereka. Tetapi itu semua masih dilematis dan debatable. Kehadiran Front Pembela Islam yang selalu melakukan razia kemaksiatan sepenuhnya tidak dapat dikatakan mengembangkan ideologi kekerasan. Demikian pula halnya dengan Laskar Jihad. Untuk yang terakhir ini alangkah ceroboh sekali menyebut mereka sebagai gerakan teror. Oleh karena gerakan teror sejatinya mengambil pola gerakan bawah tanah dan rahasia.

Dimana Persoalannya ?

Persoalannya bukan pada gerakan-gerakan tersebut, tetapi pada mengapa muncul sebuah gerakan dimaksud. Oleh karena itu tinjauan tidak dapat dilakukan terhadap dasar normatif suatu gerakan, tetapi pada alasan sosiologis ataupun politis gerakan tersebut. Misalnya saja jika aksi kekerasan yang dilakukan Zionis Israel dikatakan sebagai teror, dan mereka melakukan itu semua dengan alasan menumpas teroris Palestina. Maka bagaimana mungkin suatu gerakan bersenjatakan batu dituding sebagai teroris sementara gerakan yang anarkis bersenjata mutakhir di cuekkan begitu saja.

Memang benar, aksi teror cenderung tidak rasional. Pertimbangan yang dipakai adalah teror itu sendiri. Dan jelas itu tidak dapat dibenarkan oleh Islam. Dan tidak mungkin sebuah gerakan yang diawali dengan kekerasan akan berhasil dengan mulus. Jikapun mereka mencapai tujuannya, maka itu tidaklah akan berlangsung lama.

Hal tersebut dikarenakan akan munculnya kekerasan lain dengan motif balas dendam atas aksi kekerasan pertama. Islam tidak dapat dihubungkan dengan ideologi kekerasan, kendati tidak tertutup kemungkinan ada umat Islam yang doyan melakukan aksi kekerasan.

Selanjutnya Apa ?

Bagi Amerika, peristiwa kemarin akan merubah paradigma mereka tentang teror atau bahkan akan mengkristalkannya. Kita hanya berharap agar Amerika tidak berlaku keras dalam menyikapi kekerasan tersebut. Setidaknya kita harus berpikir bagaimana teror tersebut dapat muncul. Begitu pula dengan pemerintah RI, selayaknya tidak perlu mengembangkan opini teror, namun lebih concern pada pembuktian yang langsung menyentuh substansi persoalan. Siapapun kita sangat ingin menegakkan kedamaian dan siap membantu siapapun yang berniat menegakkan kedamaian. Kita sangat memahami ketercekaman masyarakat Amerikan hari ini. Karena di negara ini pun kita telah disuguhi berbagai teror belakangan ini yang membuat kita relatif terbiasa.

Jika teror bukan ideologi suatu agama, maka kita harus menyebutkan teror sebagai ideologi pelaku teror itu sendiri. Dan oleh karenanya kita harus sebanyak-banyaknya menggali sebab-sebab manusia melakukan teror. Dan sepantasnya kita menyatakan perang terhadap segala perilaku teror karena akibat yang dimunculkan oleh pelaku teror ini sangat tidak mengenakkan.

Wassalam

Tidak ada komentar: