Jumat, 22 Juni 2007

Bekal Ruhani Juru Dakwah 2

Bekal Ruhani Juru Dakwah

(Muraqabah dan Muhasabah)

... bagian kedua dari dua tulisan ...

Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.

Al Mu’min:19

Muraqabah.

Muraqabah artinya pengetahuan hamba secara terus menerus dan keyakinan bahwa Allah mengetahui kita secara zhahir dan bathin. Muraqabah ditandai dengan adanya kesadaran bahwa Allah mengawasi kita, melihat, mendengar perkataan kita selembut apapun, mengetahui amal kita dalam setiap waktu dan tempat, gelap atau terang, sendiri atau berteman, bahkan Allah mengetahui detak jantung hingga hembusan nafas kita. (Qs Al-Ahzab : 52 ; Al-Mukmin : 19) ada tiga derajat muraqabah yaitu:

  1. Muraqabah dalam perjalanan menuju Allah, terus-menerus memenuhi hati dengan keagungan Allah, selalu mendekat kepada Allah dalam segala keadaan. Lihatlah hati yang sudah diisi dengan muraqabah Allah, mereka memandang dunia ini kecil, walaupun dunia ini terus mendekat kepada mereka. Rasulullah saw bersabda: “Yang dapat menikmati rasa iman adalah mereka yang ridho kepada Allah sebagai Rabb, ridho kepada Islam sebagai agama, dan ridho kepada Muhammad sebagai rasul.” Ibnu Taimiyyah pernah berkata bahwa jika engkau tidak merasakan nikmat kemanisan dan kelezatan iman dalam amal-amal engkau, maka curigailah hatimu.
  2. Muraqabatullah terhadap penolakan penentangan. Saudara pembaca, kita ini sangatlah lemah. Dapat saja kita menunjukkan kesan tunduk kepada Allah namun perasaan kita sebenarnya menolak. Oleh karena syahwat dan subhat yang menguasai. Maka sesungguhnya bukan kepatuhan zhahir yang kita bina, tetapi kepatuhan total yang bermuara kepada keikhlasan. Sebagai qiyadah atau jundi, di kutub manapun kita, kita harus mengkhawatirkan penolakan dan penentangan yang akhirnya hanya merusak keikhlasan kita dalam beramal. Padahal Allah terus mengawasi kita.
  3. Muraqabah azal, maksudnya suatu kesadaran pengawasan Allah oleh karena Allah mendahului segala sesuatu. Hal ini akhirnya memunculkan ketundukan total bahwa kita adalah hamba.

Demikianlah, muhasabah dan muraqabah adalah dua hakikat maqam yang mesti kita lalui guna mencapai kelembutan perasaan dan jiwa kita.

Murabatha, Muhasabah dan Muraqabatullah

Murabathah dalam muhasabah dan muraqabah itu ada enam maqam yaitu:

  1. Musyarathah (penetapan syarat). Dalam hal ini yang dilakukan adalah menetapkan keluzuman diri yang seharusnya membuat perhitungan, dan mengajak teman kongsi sejati (Allah). Tidak perlu kita berpuas diri setelah melakukan suatu amal. Wahai pembaca, amal itu hanya setitik dari tebaran usia kita, jadi mengapa tidak untuk melakukan amal-amal yang lain. Oleh karena tidak ada detik yang berlalu, yang akan kembali kecuali masa hisabnya belaka.
  2. Muraqabah (pengawasan) sudah dijelaskan.
  3. Muhasabah setelah beramal. Agar kita dapat meneliti segala kekurangan sampai pada kekurang-ikhlasan kita dalam beramal. Itulah yang kemudian kita perbaiki.
  4. Muaqabah (menghukum diri atas segala kekurangan). Lihatlah wahai pembaca, bagaimana tarbiyah Ikhwanul Muslimin di Mesir. Terdapat beberapa faktor keberhasilan yang menjadikan mereka sebagai kader yang berkualitas. Diantaranya adalah penghayatan terhadap materi-materi halaqah. Mereka tidak mengenal materi rosmul bayan, tetapi pendalaman terhadap materi. Untuk itu dapat saja berlangsung agak lama, namun akhirnya mereka faham. Selanjutnya dalam hal aplikasi, interaksi mutarabbi dengan materi amat ditekankan. Jika diberikan materi tarbiyah ruhiyah, maka dilanjutkan dengan kegiatan seperti lailat al-katibah (mabit). Demikian juga tarbiyah jasadiyah dan fikriyah. Kemudian dalam kedisiplinan tidak boleh ada yang indisipliner. Jika seorang al-akh terlambat hadir halaqoh maka diberikan ‘iqob untuk menunggu di ruang lain. Setelah acara selesai barulah boleh bergabung. Pembaca, alangkah lemahnya kita dibanding dengan contoh yang masih hidup itu. Kemudian figur berpengaruh juga mempengaruhi. Seorang al-akh dianjurkan untuk mengunjungi syuyukh khususnya jika mengalami gejala futur. Yang lain penting pula untuk memegang anasir tarbuyah. Kita sepertinya masih mengutamakan tasamuh ketimbang disiplin, dan memang hal tersebut tidak dapat dipaksakan dan semuanya terpulang kepada kekuatan ma’nawiyah kita.
  5. Mujahadah (optimalisasi)
  6. Mu’atabah (mencela diri)

Pembaca yang dirahmati Allah, demikianlah ulasan yang sederhana ini. Sungguh jauh untuk disebut sebagai ulasan yang lengkap, namun marilah berdoa kepada Allah agar kita senantiasa berada dalam petunjukNya, dan tetap diberi istiqomah dalam menjalankan tugas dakwah ini. Allahuma ahyina bima’rifatika wa amitna ala syahadati fi sabilika.

Tidak ada komentar: