Minggu, 01 Juli 2007

Orientalisme Dan Hujatan Terhadap Rasulullah

Orientalisme dan Hujatan Terhadap Rasulullah Cetak halaman ini Kirim halaman ini melalui E-mail
Kamis, 15 Maret 2007

Hinaan terhadap Rasulullah Muhammad tak hanya dilakukan media Barat, kaum orientalis sudah melakukannya sangat lama. Bahkan dengan bungkus “ilmiah” [1]

Oleh: Adnin Armas

Di kalangan Yahudi-Kristen, telah umum beredar hinaan atau celaan terhadap Nabi Muhammad. Misalnya penggunaan istilah pseduopropheta (nabi palsu). Johannes dari Damascus Ioannou tou Damaskhenou alias Johannes Damascenus atau John of Damascus (±652-750)] adalah orang yang paling awal menganggap Rasulullah sebagai nabi palsu.

Johannes menyebut Rasulullah sebagai Mamed. Dikutip dalam buku John of Damascus: The Heresy of the Ishmaelites oleh Daniel J Sahas (1972), John atau Johannes berpendapat bahwa Mamed adalah seorang nabi palsu dan secara kebetulan mengetahui isi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru serta berpura-pura pernah bertemu dengan Arius. Setelah itu, Mamed membuat sendiri ajaran sesatnya. Johannes menegaskan Mamed sendiri tidak sadar kalau menerima wahyu karena mendapatkannya ketika sedang tidur.

Tak cukup itu, Johannes juga mengatakan bahwa Mamed bukanlah seorang nabi (alias nabi palsu) karena perilakunya yang tidak bermoral. Mamed, katanya, membolehkan mengawini banyak perempuan dan ia sendiri mengawini istri anak angkatnya sendiri. Ada banyak sebutan untuk Nabi. Umumnya, bernada hujatan. Sebutan seperti; Mamed, Mawmet, Mahound, Mahoun, Mahun, Mahomet, Mahon, Machmet, yang kesemua kata tersebut bermakna setan (devil) dan berhala (idol) telah berkumandang keras khususnya pada zaman pertengahan. Hujatan terhadap Rasulullah terus dilakukan oleh para tokoh terkemuka Kristen.

Pastor Bede (673-735) menganggap Mamed sebagai a wild man of desert (seorang manusia padang pasir yang liar), kasar, cinta perang dan biadab, buta huruf, status sosialnya rendah, bodoh tentang dogma Kristen, tamak kuasa sehingga ia menjadi penguasa dan mengklaim dirinya sebagai seorang rasul (nuntius/apostolus).

Hujatan kepada Rasulullah juga dilakukan oleh para rahib terkemuka Kristen yang lain. Misalnya dilontarkan oleh Pierre Maurice de Montboissier yang juga dikenal sebagai Petrus Venerabilis alias Peter the Venerable (1049-1156), seorang kepala biara Cluny di Perancis.

Dalam buku Popular Attitudes Towards Islam in Medieval Europe, juga dalam Western Views of Islam in Medieval and Early Modern Europe (editor Michael Frasseto and Davis R Blanks), Pierre Maurice pernah menegaskan bahwa Mahomet adalah an evil man (orang jahat) dan satan (setan) karena mengajarkan anti-Kristus. Hujatan demi hujatan terus berlanjut. Ricoldus de Monte Crucis alias Ricoldo da Monte Croce (±1243-1320), seorang biarawan Dominikus, menulis beberapa karya yang juga menghujat Islam. Menurut

Ricoldo, yang mengarang Al-Qur`an dan membuat Islam adalah setan. Kata Ricoldo, sebagaimana dikutip Patrick O’Hair Cate dalam Each Other’s Scripture:

“Pengarang bukanlah manusia tetapi setan, yang dengan kejahatannya serta izin Tuhan dengan pertimbangan dosa manusia, telah berhasil untuk memulai karya anti-Kristus. Setan tersebut, ketika melihat iman Kristiani semakin bertambah besar di Timur dan berhala semakin berkurang, dan Heraclius, yang menghancurkan menara menjulang yang dibangun oleh Chosroes dengan emas, perak dan batu-batu permata untuk menyembah berhala-berhala, mengatasi Chosroes pembela berhala. Dan ketika setan melihat palang salib Kristus diangkat oleh Heraclius, dan tidaklah mungkin lagi untuk membela banyak tuhan atau menyangkal Hukum Musa dan Bibel Kristus, yang telah menyebar ke seluruh dunia, setan tersebut merancang sebuah bentuk hukum (agama) yang pertengahan jalan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dalam rangka untuk menipu dunia. Dengan maksud ini ia memilih Muhammad.

Hujatan Ala Martin Luther

Seolah terpengaruh dengan pemikiran Ricoldo, Martin Luther (1483-1546) berpendapat, “The devil is the ultimate author of the Qur`an (setan adalah pengarang terakhir Al-Qur`an). Pendapat Luther didasarkan kepada penafsirannya terhadap Yohannes 8 (44). Luther berpendapat bahwa setan adalah a liar and murderer (seorang pembohong dan pembunuh). Al-Qur`an mengajarkan kebohongan dan pembunuhan. Oleh sebab itu, yang mengarang Al-Qur`an (Mahomet) dikontrol oleh setan. Luther juga menyatakan, “Jadi ketika jiwa pembohong mengontrol Mahomet, dan setan telah membunuh jiwa-jiwa Mahomet dengan Al-Qur`an dan telah menghancurkan keimanan orang-orang Kristen, setan harus terus mengambil pedang dan mulai membunuh tubuh-tubuh mereka.(Lihat Martin Luther, On War Against the Turk, penerjemah Charles M Jacobs).

Menurut Luther, Mahomet, Al-Qur`an, dan orang-orang Turki semuanya adalah produksi setan. “Namun sebagaimana Paus yang anti-Kristus, begitu juga orang-orang Turki yang merupakan penjelmaan setan,” ujar Luther. Sebagaimana Ricoldo, Luther menganggap Tuhan orang-orang Turki adalah demon (setan) karena ketika orang-orang Turki berperang, mereka berteriak Allah! Allah! Ini sama halnya dengan tentara-tentara Paus ketika berperang berteriak Ecclesia! Ecclesia! Bagi Luther, teriakan gereja (ecclesia) berasal dari setan. Luther menegaskan, dalam peperangan, sebenarnya Tuhan orang-orang Turki yang lebih banyak bertindak dibanding orang-orang Turki sendiri. Tuhan mereka yang memberi keberanian dan trik, yang mengarahkan pedang dan tangan, kuda dan manusia.

Walhasil, Luther menyimpulkan Mahomet mengajarkan kebohongan, pembunuhan dan tidak menghargai perkawinan. Mahomet bohong karena menolak kematian Yesus dan ketuhanan Yesus sebagaimana yang diajarkan Bibel. Tak hanya menghina, Luther juga memfitnah dengan mengatakan bahwa Mahomet mengajarkan bahwa hukum ditegakkan dengan pedang dan keimanan Kristiani dan pemerintahan Muslim perlu dihancurkan, dan Turki (Muslim) adalah pembunuh. (Lihat Patrick O’Hair Cate, Each Other’s Scripture).

Dalam pandangan Luther, Mahomet membolehkan siapa saja untuk beristri sebanyak yang diinginkan. Menurutnya, merupakan kebiasaan bagi seorang laki-laki Turki untuk memiliki sepuluh atau dua puluh istri dan meninggalkan atau menjual siapa yang dia inginkan. Sehingga wanita-wanita Turki dianggap murah yang tidak ada harganya dan dianggap rendah; mereka dibeli dan dijual seperti binatang ternak. (Martin Luther, On War Against the Turk)

Demikianlah, kecaman, hinaan, dan hujatan terhadap Nabi Muhammad tak hanya datang kali ini, namun telah berlangsung jauh-jauh hari. Dan ternyata, hujatan dan hinaan tersebut telah menjadi bagian dari studi orientalisme. *)

*) Penulis adalah Direktur Eksekutif INSISTS, Saat ini tengah menyelesaikan program doktoralnya di ISTAC, Kuala Lumpur Malaysia. Tulisan ini dimuat di Majalah Hidayatullah edisi Maret 2007

Fiqh Iklan

Menggagas Fikih Iklan Cetak halaman ini Kirim halaman ini melalui E-mail
Rabu, 21 Maret 2007

Yang namanya iklan, selalu menjanjikan dan berpotensian melakukan kebohongan publik. Bisakah membuat iklan yang sesuai dengan prinsip Islam dan syariah?

Oleh

Ahmad Najib Afandi dan Nasrulloh Afandi *

Seorang wanita sedang berjoged, berpakaian minim, dan dengan dada separoh terbuka, bernyanyi. begini, “.............sedotannya kuat! Semburan cepat!.” Itulah salah satu iklan sebuah produk pompa air merk ternama.

Apakah ada hubungan antara kemampuan air, dengan dada si wanita, atau tubuhnya? Jelas tak ada sama sakali. Beginilah cara iklan di TV atau di media massa kita.

Akhir-akhir ini setiap nafas kehidupan manusia mulai bayi baru lahir sampai orang yang meninggal pun tidak pernah lepas dari sasaran iklan 'yang menjanjikan'.

Alhasil, di era globalisasi dan multi informasi ini iklan telah merambah ke setiap lorong waktu, gerak nadi dan sisi kehidupan semua lapisan manusia. Iklan dengan berbagai visi dan misinya disampaikannya kepada masyarakat kelas bawah hingga kelas atas dengan meyakinkan, mulai dari tukang obat maupun pengumbar syahwat hingga calon pejabat mereka tidak segan-segan dan malu-malu berjanji, berorasi dan membeli dengan harga mahal jam tayang televisi dan radio maupun halaman koran dan majalah untuk menyampikan maksudnya.

Tak mau ketinggalan, dunia pendidikan (tak terkecuali pesantren) pun mulai bangkit dari 'ketertinggalannya' dari para penjual jamu dan obat kuat. Menebar brosur, spanduk dan berbagai publikasi lainnya tentang lembaga pendidikan yang dikelolanya, di banyak media cetak dan eloktronik. Sebagian iklan memang sungguh-sunggu memberikan informasi yang benar. Namun sebagian termasuk pembohongan publik (al-kadzib) sekaligus menyesatkan ummat.

Bagaimana pandangan fikih atas kondisi iklan, brosur, spanduk dan sejenisnya yang menyampaikan pesan dan janji kepada publik tapi tidak sesuai dengan kenyataan?

Defenisi dan Kode Etik Iklan

Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa Yunani. . Adapun pengertian iklan secara komprehensif adalah, "Semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara nonpersonal yang dibayar oleh sponsor tertentu". Secara umum, iklan berwujud penyajian informasi nonpersonal tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko yang dijalankan dengan kompensasi biaya tertentu. Dengan demikian, iklan merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan.

Karena itulah semestinya para ahli periklanan sepakat untuk membuat dan menetapkan batasan dan etika beriklan agar tidak merugikan konsumen(masyarakat) hal itu dimaksudkan disamping untuk menjaga etika beriklan juga menjaga stabilitas masyarakat agar tidak rusak akibat dampak iklan yang berlebihan. Karena bagaimanapun, kampanye dan promosi gagasan atau individu pada Pemilu, Pilkada, Pendidikan adalah juga kegiatan periklanan, sehingga ia sudah seharusnya 'tunduk' pula kepada etika periklanan.

Salah satu yang perlu diingat bahwa satu landasan utama dalam penyelenggaraan periklanan adalah kenyataan sekaligus kemampuannya untuk mengidentifikasi produk-produk yang sah atau resmi, dan sudah tersedia (terbukti) di pasar atau di tengah masyarakat. Memayungi semua jenis periklanan baik politik maupun Pendidikan dalam naungan 'kode etik' periklanan umum akan membuat gagasan kebijakan publik atau ketokohan seseorang dan nama baik lembaga (perusahaan) menjadi benar-benar memiliki legitimasi sebagai produk-produk yang layak dipasarkan.

Hal itu berdasarkan fakta bahwa tidak semua produk yang beriklan dapat mencapai sukses seperti yang diharapkannya. Kampanye periklanan yang keliru justru kian menghancurkan produk tersebut. Ini berarti ada risiko yang harus juga selalu diperhitungkan oleh pengiklan, periklanan produk/Pemilu/Pilkada/pendidikan. Sehingga mereka dapat lebih jujur dan berhati-hati dalam mengemukakan janji-janjinya. Karena janji-janji pada pesan periklanan Produk/Pemilu/Pilkada/Pendidikan, di kemudian hari, akan dijadikan rujukan oleh masyarakat dalam menilai kinerja pihak yang berkepentingan tersebut.

Itulah pengertian bentuk, kode etik iklan yang kita sepakati karena semua itu sesuai dengan semangat syariah Islamiyah (fikih) yang menjunjung maqasid dan maslahat umum daripada teks.

Pembohongan dan Pembodohan?

Besdasarkan data dan fakta di lapangan, hampir setiap detik nafas dan sisi hidup kita tidak sepi dari sasaran iklan mulai dari soal pendidikan, pekerjaan, jodoh, ekonomi dan terutamanya kesehatan dan politik. Kalau kita kalkulasikan secara ekonomis sangtlah besar nilai modal dan penghasilan yang didapat oleh perusahaan iklan. Dan 'akal bodoh' kita akan memahami betapa indahnya hidup ini begitu ada persoalan kesehatan kita bisa langsung 'sembuh' dalam waktu beberapa detik dengan hanya minum obat merek tertentu, begitu juga dengan persoalan ekonomi, pendidikan dan karir sampai jodohpun bisa teratasi dengan instant seperti yang kita lihat dalam tanyangan iklan.

Iklan jelas penting dan visualisasi yang semakin hebat dalam beriklan juga harus, karena itu politik ekonomi yang harus dibangun dalam mengembangkan hasil produksi. Tapi tidak harus berlebihan dari fakta dan data apalagi masuk kepada pembohongan publik yang bisa menyesatkan dan berakibat buruk. Karena itu ada beberapa iklan paling mencolok dan berpengaruh secara langsung terhadap pola pikir dan budaya masyarakat, yang menjadi sorotan adalah:

Pertama, Iklan komersial yang kita temukan kapan dan di mana saja mulai dari obat sakit perut karena buncit, obat kuat sampai cara cantik dalam sekejap. Kalau kita jujur iklan seperti itu jelas keluar dari ketentuan dan etika iklan yang kita sepakati di atas. Bahkan termasuk 'kriminalitas' berupa pemalsuan dan pembohongan produksi yang tidak memiliki kualitas dan bukti nilai produksi yang diakui masyarakat. Karena sebaliknya banyak iklan komersial kesehatan justru memperburuk kesehatan konsumen dan ini umumnya terjadi dengan obat-obatan, makanan dan kosmetik 'murahan' yang mengiklankan diri secara membabi-buta dengan cara-cara explotais. Sehingga dapat menghipnotis pemirsa (masyarakat).

Kedua, Iklan politik yang selama ini kita lihat merupakan perbuatan "haram" karena hampir semuanya merupkan kebohongan publik. Karena umumnya pengiklan politik mau berbuat apa saja untuk mencapai tujuan dan ambisinya, karena semuanya hampir tidak disertai fakta dan bukti rasional yang akan diberikan kepada publik. Kebohongan iklan politik banyak dilihat dari berbagai faktor dan sudut pandang mulai dari etika, pemalsuan status akademik dan sosial, keperibadian, niat dan janji-janji kosong kepada masyarakat. Contoh lain yang sering terjadi adalah penyuapan, dan pengerahan masa semuanya itu jelas merupakan tindakan "kriminalitas" dan pendustaan yang sangat mempengaruhi pola pikir dan nuansa hidup masyarakat.

Ketiga, Iklan pendidikan yang menjamur dan bertebaran ke plosok-plosok kampung mulai dari sekolah yang "elit" sampai yang "pailit" dan tidak ketinggalan Pondok Pesantren juga ikut-ikutan membuat iklan untuk meramaikan persaingan dunia pendidikan. Jenis ketiga ini juga tidak lepas dari kebohongan publik karena banyak brosur dan iklan pendidikan (sekolah/pesantren) begitu menjanjikan dan menarik, ekseklusif dengan program-program 'imajinernya'? Tapi semua itu ternyata banyak dibuat oleh lembaga Pendidikan yang sebenarnya sedang 'sekarat' karena tidak ada dana oprasional, tapi tetap berusaha menjaring pemasukan dana dari siswa/mahasiswa baru. Sehingga terjadilah 'penumpukan dosa' yaitu kebohongan publik dan pembodohan masyarakat. Dalam hal ini banyak kita temukan jargon, visi dan misi lembaga pendidikan yang menarik, bagus, 'menggigit telinga' tapi ternyata dibuat hanya untuk menghadapi persaingan dunia pendidikan dan dibuat oleh lembaga yang tertinggal jauh.

Iklan apapun jenis dan bentuknya, selama mendidik dan tidak bertentangan dengan etika periklanan dan tidak melawan budaya lokal apalagi norma Agama, sangat dibutuhkan dan penting. Tapi kenyataannya etika periklanan dewasa ini tidak lagi berlaku, sehingga banyak menimbulkan efek negatif dalam skala besar yang mengkhawatirkan.

Efek Samping

Dari data dan fakta di atas sampailah kita pada puncak penelitian, konsekuensi negatif iklan yang selama ini 'menghiasai' gerak nadi kehidupan masyarakat. Dan ternyata luar biasa sisi negatif yang diakibatkan oleh iklan sampai bisa menjadikan pemirsa iklan menjadi "murtad" bahkan pembunuh atau pencuri? Ada beberap sisi negatif yang ditimbulkan oleh tanyangan iklan yang berlebihan.

Konteks aqidah. Seperti kita ketahui bahwa pakar periklanan Indonesia adalah murid kesayangan pakar periklanan Barat atau Erofa sehingga tidak heran banyak poin-poin etika periklanan tidak memotret kehidupan dan budaya Indonesia akan dampak negatifnya. Karena itulah banyak kita temukan tanyangan iklan yang secara tidak langsung menjadi media pendangkalan aqidah dan Islam anak-anak kita. Karena hampir semua iklan mutu produk makanan dan benda mati lainnya diilustrasikan dengan keindahan tubuh telanjang wanita cantik dan istilah-istilah yang berbau pornografi.

Konteks ahlak. Secara langsung banyak tanyangan iklan yang madlorotnya (sisi negatifnya) lebih besar ketimbang maslahatnya. Contoh paling gampang adalah iklan rokok yang bombastis di setiap sudut kehidupan anak muda, resikonya banyak anak di bawah umur sudah menjadi perokok berat. Dan masih banyak iklan produk yang sasarannya anak muda dan telah berhasil membentuk karakter dan prilaku tunas muda Indonesia 'modern' yang tidak memiliki jati diri dan sepi dari nilai-nilai ahlakulkarimah.

Dan hal ini sudah banyak kita temukan bukti seorang anak bisa menjadi pembunuh atau pencuri hanya karena melihat tanyangan iklan/film yang membangkitkan amarah dan mendorong anak untuk berbuat nekat. Karena iklan sekarang bukan hanya di TV dan tepi jalan saja, tapi telah masuk ke sekolah dan kamar rumah. Sungguh bahaya!

Konteks sosial. Secara langsung banyak iklan yang sebenarnya dapat membuat tatanan sosial menjadi bias dan rusak, seperti orang menjadi malas memperbaiki hidupannya dengan bekerja karena terbuai iklan. Karena hampir semua sisi kehidupannya merasa sudah "terselesaikan" dengan konsep iklan yang begitu mudah dan ramah bukan? Mulai dari persoalan yang ringan sampai yang berat sekalipun dapat diselesaikan setelah kita melihat iklan dalam waktu sekejap. Sehingga banyak orang meganggap ringan dan mudah semua persoalan hidupnya, malas berusaha dan bekerja.

Konteks religuitas. Agama-pun bisa menjadi mangsa iklan. Berapa banyak orang meninggalkan kewajibannya sebagai Muslim hanya karena tertarik melihat iklan yang menurutnya sangat menguntungkan dan menjanjikan perbaikan hidup dan Negara? Bahkan lebih tragisnya banyak orang meninggalkan Sholat hanya karena mencari iklan lowongan kerja yang belum tentu dapat atau cocok dan karena menanti atau menonton tayangan sepak bola dengan iklannya yang luar biasa?

Konteks ekonomi. Masalah ekonomi jelas sebagai modal pokok dalam beriklan. Seseorang jelas tidak akan bisa mengiklankan pemikiran, ide, gagasan dan programnya kalau tidak memiliki kekuatan untuk membayar media yang mempublikasikannya. Sehingga hal ini sering menjadi perhitungan Cabup, Cagub, Caleg, Capres dan lainnya setelah memenangi pemilihan. Bahkan jauh-jauh sebelumnya telah mampu mendorong mereka melakukan tindakan 'kotor' untuk mendapatkan modal beriklan.

Iklan yang tidak realistis dari dua sisi sama-sama memberikan dampak negatif karena dapat mendorong pengiklan dan pemirsa untuk berbuat sesuatu tindakan yang kadang menghancurkan kehidupannya sendiri. Bisa jadi seseorang melakukan korupsi, hutang berbunga dan manipulasi dana dan lain sebagainya karena terpengaruh iklan.

Begitu Hebatkah Iklan?

Sebenarnya iklan tidak begitu gawat kalau pelakunya memahami kembali eksistensi dan tujuan iklan seperti yang dijelaskan di atas. Bahwa iklan adalah media informasi yang tidak bisa ditambah dengan maksud dan tujuan ideologis dan doktrin tertentu. Tapi karena pelakunya berangkat dan datang dari kelompok tertentu dan telah terjerumus kepada persaingan ekonomi/iklan yang semakin menjanjikan, menjadikan banyak orang lupa hakekat makna dan tujuan iklan, apapun akan dilakukan yang penting uang.

Jika demikian, maka semua itu termasuk sesuatu yang haram. Karena setiap sesuatu yang asalnya halal bisa menjadi haram jika dapat merugikan orang lain(madlorot), termasuk iklan. Apalagi iklan yang mengumbar aurat wanita dan pose-pose merangsang lainnya. Atau kita perbaiki sistim periklanan, pertegas hukum dan etika periklanan dan mengawasi dana beriklan?

Kalau iklan adalah media untuk menginformasikan sesuatu yang bermutu dan penting kepada masyarakat, maka sesungguhnya yang terjadi sekarang adalah memasarkan sesuatu yang tidak bermutu dan valid. Maka, anggaplah iklan sebagai berita yang biasa saja. Tapi ambilah iklan yang bermutu dan valid karena itu penting. Dan bagi Pesantren tidak perlu menambah "dosa" dengan membuat iklan yang terlalu "bonafid" tapi cukup dengan pembuktian diri di masyarakat sebagai lembaga pendidikan dan dakwah dalam mencetak ulama, fuqaha yang allamah dan beramal shaleh(a'milin).

Akhirnya, yang paling kita butuhkan sekarang adalah aturan yang kuat tentang hukum, etika dan sektor iklan tertentu. Jangan sampai anak SD (Sekolah Dasar) diberi iklan kondom atau minuman keras!

*Kedua penulis alumnus pondok pesantren swasta Lirboyo Kediri, kini sedang melanjutkan di Maroko

"Tidur Sore "merusak Pengembangan Mental anak"

Tidur Sore ”Merusak Pengembangan Mental Anak” Cetak halaman ini Kirim halaman ini melalui E-mail
Minggu, 01 Juli 2007

Para orangtua biasanya membujuk anak-anak mereka segera tidur siang atau sore. Penelitian terbaru, tidur sore berimplikasi buruk pada mental anak

Hidayatullah.com--Satu kajian terbaru mendapatkan, aktivitas tidur sore dapat mengganggu pertumbuhan mental anak-anak, demikian penelitan terbacu yang diketuai Dr. John Harsh dan timnya dari Universitas Southern Mississippi, baru-baru ini.

Penelitian yang dilakukan terhadap 738 anak-anak yang berusia dua tahun ke atas mendapatkan, anak-anak --khususnya yang tidur sore-- terbukti sukar tidur malam dan gagal memainkan puzzle dan ketrampilan organisasi.

Dari penelitian, didapatkan, akibat tabiat tidur mereka itu, didapati tidur malam 39 menit lebih lembat daripada rekan sebaya yang tidak tidur siang/sore. “Anak-anak yang tidur sore bukan saja susah tidur malam, tetapi sukar bangun pada keesokan harinya,” ujar Dr. Alyssa Cairns saat mempresentasikan hasil penelitian itu pada Associated Professional Sleep Societies di Minneapolis.

Kajian ini juga didukung penelitian oleh Dr. Kazuhiko Fukuda, dari Universiasi Fukushima yang dikutip New Scientist pada edisi terbaru.

Seorang lagi peneliti Amerika, Dr Joe McNamara dari Universitas Florida, melakukan penelitian terhadap 27 anak-anak TK yang diukur dengan kemahiran mereka memecahkan ermainan ‘puzzle.’

“Anak-anak yang banyak tidur siang hanya dapat menyelesaikan sedikit teka-teki. Semakin lambat mereka tidur malam, semakin kurang daya kecakapan mental mereka. Tidur siang tidak dapat dijadikan pengganti kepada tidur malam,” katanya.

“Tabiat buruk itu berlanjut hingga mereka memasuki sekolah dasar dan tidak tidur siang, mungkin disebabkan pengaruh tidur siang atas upaya dan corak bangun tidur mereka,” kata Dr Fukuda.

Seorang lagi peneliti Amerika, Dr Joe McNamara daripada Universiti Florida, menjalankan kajian ke atas 27 anak-anak tadika yang diukur tahap kemahiran mereka menggunakan sejenis permainan ‘puzzle.’

“Anak-anak yang banyak tidur siang hanya dapat menyelesaikan sedikit teka-teki. Semakin lambat mereka tidur malam, semakin kurang daya kecakapan mental mereka. Tidur siang tidak dapat dijadikan pengganti kepada tidur malam,” katanya. [cha/dm/www.hidayatullah.com]

Hamas Ingin Damai

Hamas Ingin Damai, Abbas Justru Undang Pasukan Asing ke Ghaza


Di tengah tekanan untuk membuka pintu dialog guna mengatasi krisis internal di Palestina, Presiden Palestina Mahmud Abbas justru melakukan tindakan kontroversial dan dianggap sangat berbahaya. Abbas, meminta agar pasukan internasional didatangkan dan mengepung Ghaza.

Abbas secara terang-terangan mengatakan hal ini saat menutup pembicaraannya dengan Presiden Prancis Nikola Sarkozy di ibukota Prancis, Paris (29/6). Dalam kesempatan itu, Abbas mengatakan dirinya telah mempersiapkan penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilu presiden lebih awal di Palestina, serta merencanakan kehadiran pasukan internasional di Ghaza untuk mengamankan pemilu. Abbas bahkan mengatakan pula bahwa ia menginginkan pasukan internasional itu secara permanen ditempatkan di Ghaza.

Abbas juga menyatakan penolakannya untuk membuka dialog dengan Hamas meskipun banyak pihak-pihak penting di Palestina yang menghendaki adanya dialog tersebut. “Saya mendapat dukungan besar dari Presiden Prancis sebagaimana disampaikan oleh Menlu Prancis Bernard Koshter bahwa Prancis memberi dukungan besar pada Abbas, ” ujar Abbas.

Abbas bahkan sudah menyampaikan pula pikirannya untuk melibatkan pasukan Prancis di Palestina, bila rencana kehadiran pasukan asing itu telah bisa diaplikasikan.

Berbagai elemen perjuangan Palestina telah menolak keinginan Abbas untuk mendatangkan pasukan asing tersebut. Karena menurut mereka, kehadiran pasukan asing, tak mungkin hanya difungsikan untuk mengamankan Ghaza saja, melainkan untuk memukul berbagai kekuatan perjuangan Palestina yang selama ini menolak kehadiran Israel. Hamas sebagai kekuatan terbesar di Palestina telah menegaskan bahwa pasukan asing yang datang ke Palestina akan disikapi sama dengan penjajah Zionis Israel.

Anehnya, pernyataan Abbas soal kehadiran pasukan asing itu dikeluarkan beberapa saat setelah kepala biro politik Hamas Khalid Mishal untuk kesekian kalinya mengulurkan tangan untuk berdialog dengan Fatah. “Saat ini Hamas sedang mencari pihak mana yang bisa menjadi mediator dialog antara Hamas dengan Fatah. Peran itu bisa dilakukan oleh negara Arab atau negara Islam untuk menyelesaikan berbagai masalah di Ghaza. Mishal bahkan menegaskan dialog itu akan mementingkan syarat utama, untuk mengedepankan pembangunan pengamanan yang lebih kuat secara nasional, dan bukan berdasarkan kelompok, organisasi maupun partai. (na-str/pic)

Siyasah

Takdir Partai Politik Status Quo


Seluruh manusia di jagad ini setidaknya pernah mendengar istilah NAZI. Ya, ini merupakan sebuah nama yang amat populer yang merujuk pada nama sebuah partai yang sangat berkuasa di Jerman era Perang Dunia II dengan Adolf Hitler, seorang mantan Kopral, sebagai tokoh tertingginya.

NAZI sebenarnya memiliki nama sebagai Partai Nasional Sosialisme (Nationalsozialismus), merujuk pada sebuah ideologi totalitarian. Dalam bahasa Jerman, nama resminya adalah Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP) yang memiliki arti lebih kurang sebagai Partai Buruh Nasionalis Sosialis Jerman. Kata ini juga merujuk pada kebijakan yang dianut oleh pemerintahan Jerman pada tahun 1933—1945, sebuah periode yang kemudian dikenal sebagai Jerman Nazi atau Third Reich. Istilah NAZI bisa jadi berasal dari paham nasionalisme Jerman (Nationalsozialismus). Sampai hari ini orang-orang yang berhaluan ekstrim kanan dan rasisme sering disebut sebagai Neo-Nazi.

Partai NAZI atau NSDAP ini semula bernama Partai Pekerja Jerman (DAP) yang didirikan pada 5 Januari 1919 oleh Anton Drexler. Hitler bergabung dengan partai kecil ini pada bulan September 1919 dan dengan cepat karirnya menanjak menjadi Kepala Bidang Propaganda. Pada 1 April 1920, Hitler mengubah sebutan partai NSDAP menjadi Partai NAZI dan menjadi pemimpin partai pada 29 Juli 1921.

Dilihat dari spektrum ideologi dunia, Nazisme bukanlah sebuah ideologi baru, melainkan sebuah kombinasi dari berbagai ideologi dan kelompok yang memiliki kesamaan pendapat tentang penentangan terhadap Perjanjian Versailes yang dikenakan kepada Jerman setelah kalah perang dalam Perang Dunia I. Perjanjian Versailes ini sangat merugikan Jerman. Hitler sangat percaya, Perjanjian Versailes ini merupakan sebuah konspirasi politik internasional dari kaum Yahudi dan Komunis terhadap bangsa Jerman.

Di masa kepemimpinan Adolf Hitler, Partai NAZI dengan sangat cepat menanjak menjadi sebuah partai politik yang memiliki armada militer terkuat dan terbesar di seluruh Eropa. Di masa kejayaannya, di era Perang Dunia II, NAZI menguasai Austria, Chekoslowakia, Polandia, Denmark, Norwegia, Belanda, Belgia, Luxemburg, Perancis, Yunani, Yugoslavia, beberapa wilayah negara-negara Afrika, dan yang terakhir Uni Sovyet, walau yang ini tidak dikuasai sepenuhnya karena datangnya musim dingin yang amat menusuk tulang.

Dengan penyerbuan gabungan dari Tentara Amerika dan Soviet dari dua arah berbeda ke jantung Jerman, yakni Kota Berlin, pada bulan April 1945, hal ini pada akhirnya membuat NAZI bertekuk lutut pada 2 Mei 1945, setelah sebelumnya Hitler melakukan bunuh diri bersama isteri yang baru dinikahinya satu hari, Eva Braun, di dalam bunkernya. Kekalahan NAZI Jerman diikuti dengan bertekuk-lututnya Jepang setelah di bom atom Amerika pada Agustus 1945. Perang Dunia II pun selesai dengan kemenangan besar di pihak Sekutu.

Partai NAZI Dilarang

Setelah Jerman dikuasai Sekutu, maka Nazi-isme menjadi sesuatu yang dilarang. Partai Nazi pun dibubarkan dan menjadi partai terlarang. Seluruh simbol-simbolnya menjadi simbol-simbol yang diharamkan keberadaannya di seluruh daerah taklukan Sekutu. Bahkan di saat itu buku pedoman NAZI yang ditulis Hitler berjudul Mein Kamf (Perjuanganku) menjadi buku yang sangat terlarang.

Nasib Partai NAZI di Jerman sesungguhnya mengikuti jejak Partai Fasis di Italia pimpinan Benito Mussolini. Dalam Perang Dunia II, Italia di bawah Mussolini bersekutu dengan Jerman Hitler. Pada April 1945, Italia diserang Amerika dan Soviet. Mussolini sendiri tertangkap dan digantung terbalik di Piazza Loreto, Milan. Sejak kematian Mussolini, Partai Fasis dan ideologinya menjadi sesuatu yang diharamkan di Italia.

PKI Dibubarkan dan Dilarang

Di Indonesia, Bung Karno merupakan seorang pemimpin yang kharismatik. Bersama Hatta, dia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Jum’at pagi, tepat di bulan Ramadhan.

Bung Karno yang mengusung paham nasionalisme ini, di pertengahan 1950-an berupaya merekatkan tiga unsur utama yang ada di Indonesia, yakni Nasionalisme (PNI), Komunisme (PKI), dan Agama (Masyumi). Sejarah telah mencatat bahwa upaya persatuan ini gagal total. Dan pada akhirnya Bung Karno lebih condong kepada PKI hingga sebuah kudeta yang didukung CIA menjatuhkannya dari tampuk kekuasaan di tahun 1965.

Setelah Bung Karno terjungkal dari kursi kekuasaan, Maka PKI sebagai partai pendukung status quo terbesar dibubarkan oleh rezim Orde Baru pimpinan Jenderal Suharto. Dan seperti nasib-nasib partai politik pendukung status quo lainnya seperti Partai Fasis Italia dan Partai NAZI Jerman, selain dibubarkan maka ideologinya pun diharamkan.

Anomali Politik di Indonesia

Presiden Suharto dengan Partai Gokar sebagai partai politik pendukung status quo utamanya menjadi kekuatan yang sangat digdaya di era Orde Baru. Hingga pada akhirnya rakyat menggulingkan Suharto dari kursi kekuasaannya pada bulan Mei 1989. Suharto pun tidak berkuasa lagi.

Namun di Indonesia, era reformasi ini ada anomali politik. Jika di Italia pimpinan Partai Fasis, Benito Mussolini digantung, dan di Jerman, Adolf Hitler sebagai pimpinan Partai NAZI bunuh diri, dan di Indonesia Sukarno juga dibunuh (secara medik) sehingga menemui ajal, maka di Indonesia, Suharto aman-aman saja, bahkan dilindungi keberadaannya oleh negara hingga detik ini.

Jika di Itali Partai Fasis dibubarkan, di Jerman Partai Nazi dilarang, dan di Indonesia dulu Partai Komunis Indonesia (PKI) dibubarkan dan dilarang, maka Partai Golkar sekarang ini pun aman-aman saja sampai sekarang. Seolah-olah partai ini bersih dari segala kejahatan Suharto selama 32 tahun lalu atas bangsa dan negara ini.

Seharusnya, nasib partai pendukung status quo di manapun berada adalah sama: dibubarkan dan dilarang. Bisa jadi, karena reformasi di Indonesia merupakan reformasi bohong-bohongan—walau menelan korban jiwa rakyat Indonesia betulan—maka nasib Partai Golkar pun terselamatkan. Bisa jadi, jika reformasi betulan terjadi di sini, maka nasibnya akan sama dengan yang lainnya. (Rizki Ridyasmara)



Sumber: www.eram,uslim.com